Apakah Sosmed Merusak Mental Health?

Kayaknya jaman sekarang adalah jaman sosmed ya. Banyak orang yang menggantungkan hidupnya dari sana, dari ibu RT yang jualan produk2 kecantikan, baju, sampai dengan salepgeram, content creator bahkan artis. Tapi tahu ga sih bahwa menurut penelitian ada kaitan peningkatan potensi depresi dengan sosial media. Ada banyak penelitian ya, jadi jangan minta ane ngejelasin tentang penelitian itu. Tinggal search aja kok. Karena emang tujuanku pos tentang ini adalah how to deal with it melalui psikologi islam. 

Sebenarnya ada apa sih di sosmed? Orang tahu nih kalau sosmed tu ada aja sumber pertengkaran, tapi kenapa masih aja ga bisa lepas?

Jawabannya sederhana, addicted. Kenapa bisa bikin candu? Sebelum sampai kesana, mari kita cek & ricek dulu dapur-dapurnya otak dengan sosmed. 

Setidaknya ada 4 hal yang menjadi trigger meningkatkan kadar stress melalui sosial media, apakah itu?

1. Highlight reels. 

Contoh aja lah misalkan di instagram, kita biasa pasang highlight adalah hal-hal yang ingin diperhatikan oleh orang. Betul? Misalkan liburan, makanan, prestasi, pasangan, anak, pokoknya hal yang enak-enak deh. Bagus sih, mungkin ada yang berfikir untuk memotivasi. But anyhow, tahu ga sih ada pribadi yang berfikir sebaliknya. Mereka comparing, ngebandingin antara dirinya dengan orang lain. "Ih mereka enak banget ya idupnya, kaya ga perlu kerja kek aku sekarang cari duit. Liburan mulu"

Nah sering ga kek gitu? Itu kerja tanpa sadar loh, otomatis aja gituh. Meski dampak stressnya belum yang parah-parah amat, tapi ini adalah pintu menuju stressor berikutnya. 

2. Social currency

Mata uang sosial?? Ah apa pula itu. Social currency adalah Ukuran kekuatan, atau pengaruh seseorang, dalam kelompok sosial tertentu. Jadi di era sekarang, yang diperjualbelikan bukan lagi barang. Tapi kita lah sebagai pengguna yang disebut social currency. hah kok bisa? Misal nih, upload tas merk lalalala. Kalau aku yang upload, pasti yang like cuma satu dua biji. Tapi kalau yang upload rachel venya, atau sapa kek, ak ga terlalu kenal wkwkwk. Yang like bisa jutaan. Bener ga? Social currency yang venya miliki jelas lebih bernilai. Makin banyak yang like, makin banyak komen positif, maka social currency kita naik. Semacam ukuran kekuatan pengaruh dari seseorang gitu deh. 

Tahu ga sih, ini juga stressor loh. Karena nyatanya ketika ada yang like, itu ada semacam hormon dopamin yang rilis. Hormon bahagia. Karena merasa diterima. Begitupun sebaliknya ketika ada yg dislike, ada yang komen hate, ya ada hormon stress yang rilis. Semacam perasaan ditolak. secara tidak langsung berpengaruh kepada self worth atau rasa berharganya kita loh. 

3. FOMO (Fear of Missing Out)

Ada perasaan takut ketinggalan, ya baik ketinggalan gosip, ketinggalan info, merasa kudet, ketinggalan fashion, ketinggalan momen viral. Nah kan banyak juga tuh konten2 kreator, atau influencer yang ngejar bikin komen or story sesuatu yang viral. Misal si seon ho kemaren. Banyak kan? Mayan loh itu. Takut kehilangan kesempatan emas ceunnah.

4. Online harassement.

Btw di sosmed itu kita ga sepenuhnya bahagia loh, karena tetap aja ada rasa was-was apaalgi kalau buka komen. Buka notif yekan? Ga dibuka rasanya ganggu, pingin buka, penasaran, ya ga sih? Ada rasa takut, worry kalau ada yang serang personal, ada yang buka aib, ada gosip yang ga bener, ada yang beda pendapat. Lo bener loh, jaman sekarang orang beda pendapat dikit langsung aja diserang. bukan kontennya malah, mereka serangnya personal. Karena ga punya cukup ilmu untuk ngedebat dengan ilmu, ya pake ilmu ad hominem aja, serang personal. Finally berantem deh. Karena saling tidak terima. Padahal yang namanya ilmu manusia, bahkan agama, beda itu biasa. Ya kali semua orang kudu percaya paham yang kamu percayai. Ini belum ngmong agama loh. 

Mungkin yang pada komen hate tu mikir, "alah gitu doang kok, alah bercanda innih, dih ga usah baper deh, kan buat lucu-lucuan aja". Menggampangkan, tapi penangkapan orang bisa beda-beda lo bro. Fokus pentingnya orang tu subjektif. Emang lu mau ketika lagi ada masalah berat, terus lu curhat, eh disepelein ama temen lu, "alah gitu doang"."alah cengeng". Apa ga malah timpuk-timpukan sendal tuh.

Di Amerika tahun 2010 ada seorang anak namanya Tyler Clementi, bunuh diri karena fotonya diupload ke twitter ama teman sekamarnya. Foto ciuman ama cowoknya. Menurut temennya itu hal biasa, buat lucu-lucuan. Tapi siapa sangka itu hal berat buat dia. Mungkin dia takut tanggapan ortunya atau apa kita ga tahu. Nah kan?

Keempat hal tadi, bisa memicu hormon stress. Kalau cuma satu dua kali, mungkin ga akan terlalu berdampak. Tapi gimana kalau terus-terusan. Apalagi kalau udah addicted, ketagihan. Tahu ga sih menurut Canadian Association of mental Health, 7 dari 10 siswa yang mengonsumsi sosmed 2 jam/hari itu berpotensi lebih tinggi terkena depresi, serangan kecemasan, dan pikiran untuk bunuh diri. Lah hayo kita berapa jam? Kuyakin pasti lebih dari 2 jam sehari. 

Tanda kita kecanduan setidaknya ada 2 : 1. phantom vibration, dimana kita merasa HP bergetar padahal ga ada notifikasi pesan masuk. 2. kalau kita kehilangan fokus, dan gatel pingin buka notif or komen. Baik lagi belajar atau melakukan kegiatan lainnya.

Kembali ke pertanyaan awal, apakah sosmed penyebab depresi dan mental illness lainnya?

Jawabannya TERGANTUNG. Karena pada kenyataannya sosmed hanyalah alat. Kita ga bisa salahin pisau ketika tangan kita berdarah kena pisau pas lagi ngiris bawang. Sosmed itu ada di genggaman kita. Tergantung mau dipakai buat apa. Faktanya kita bisa pakai buat berkomunikasi, mencari data, mencari kajian, bikin riset atau social experiment dll. 

Ada satu cara, yaitu NIAT - IKHLAS. Ikhlas itu bukan artinya ridho ya, kek kita kasih ke orang terus mau dbales, kita bilang, aku ikhlas kok. Bukan, itu namanya ridho. Ihlas adalah meniatkan sesuatu hanya mencari ridho Allah. Ga ada niatan lain kecuali itu. Misal nih, kita bikin konten, kalau niatnya karena Allah, ada atau ga ada yang like, yang nonton, ya kita tetap semangat.  Ada atau ga ada yang komen positif, kalau niatnya Allah ya tetep ngonten sesuai prinsip kebenaran. bukan hanya ribut mencari pembenaran masing-masing. 

Kalau niatnya bener, kita juga gak akan habisin waktu berjam-jam sampai mengabaikan kewajiban yang utama, misal ngurus anak. 

Komen hate juga ga usah diurusin, kadang mereka bukan ga setuju ama konten kita, tapi kadang ya ga suka aja ama elu. Kan ada orang yang ngerasa kesamber ketika kita ngmong sesuatu padahal bukan tentang dia. Ada, banyak malah. Cukup bilang, hasbiyalloh wani'mal wakiil. Cukup bagiku Allah. 

Ini juga pengingat kita, setiap komen setiap like and dislike, nanti akan kita pertanggung jawabkan ke Allah. Bakal ditanya, kenapa like, kenapa dislike. Apakah alasannya karena dunia, ego pribadi, atau memang mentauhidkan Allah. 

Beware yah. Allah Maha Melihat, dan ada malaikat yang selalu membersamai, dalam setiap catatan amal. 

0 comments:

Posting Komentar