Sekuler Tanpa Disadari | Kelemahan Science

"Ah kolot lu"

"Sok alim kamu"

"Aku scientist, aku ga bisa trima rule itu"

Itulah sekelumit percakapan antara scientist dan si ustad. Si scientist tidak mau menerima karena Tuhannya adalah science. Tanpa ada pembuktian secara ilmiah, baginya hanyalah kebohongan. Atau ilusi. Ya beberapa scientist Barat mengklaim ini bahwa agama hanyalah ilusi yang akan membuat science menjadi bias. Mungkin kitanya yang tidak cari tahu lebih dalam tafsir tersebut. Asal caplok mentah-mentah. Padahal belum tentu seperti itu. Kan bisa multitafsir.

Pada dasarnya science itu diperoleh dari kesepakatan beberapa orang setelah melalui rangkaian proses. Intinya ada hipotesis (anggapan) kemudian dibuktikan dengan beberapa sampling atau metode eksperimen di suatau objek percontohan. Itulah sebabnya science sendiri tidak pernah mengklaim kebenarannya 100%. Why? Lah coba baca lagi metode penelitian, mereka menggunakan sampling atau objek percontohan. Ya kali mereka bakal mengadakan pengujian terhadap seluruh dunia. Di sekian rentang waktu atau tahun. Siapa yang mau bayar? Dan biasanya diawali dengan suatu tujuan. Jadi pengujian itu pun akan terbatas pada "membenarkan" atau "menolak" hipotesis awal tadi. Ga akan kemana mana. Secara sederhananya adalah kurang komprehensif. Yang bisa mereka lakukan adalah mencari sampel yang diharapkan bisa mewakili kondisi general di suatu area. 

Yuk mari kita cek beberapa kelemahan tersebut :

1. Tidak mewakili keseluruhan dunia ini.

2. Terbatas pada objek yang mau dibahas atau bisa disebutnya tujuan di satu titik.

3. Rentang waktu yang sedikit, meski ada beberapa penelitian longitudinal yang berlangsung pada objek sama pada rentang waktu tertentu, tetap memiliki keterbatasan waktu. 

4. Pengujian tersebut hanya akan membahas dari sesuatu yang nampak. Makannya dulu psikologi bukanlah science. Butuh ratusan tahun akhirnya bisa menjadi science. Karena psikologi adalah ilmu jiwa, yang sudah tentu tidak kelihatan. 

5. Sudut pandang peneliti. Mungkin untuk objek kuantitatif, dan sudah ada metering secara pasti, kita bisa meminimalisir kesalahan sudut pandang peneliti. Namun sepertil ilmu psikologi, ketika mengamati peristiwa tertentu, intervensi sudut pandang peneliti sangat besar. Simpelnya adalah ketika ada peristiwa tertentu, misalkan musibah kecelakaan, masing-masing orang bisa memiliki pemahaman yang berbeda beda. Bisa menilai jelek atau menilai hikmah. 

Jadi berhentilah membenturkan antara ilmu agama dan science. Semua yang ada di dunia ini sudah ada takarannya oleh Allah. Science adalah salah satu metode pendekatan untuk memperoleh kebenaran suatu opini. Science ada di dalam Al Quran dan Sunnah. Emang sih tidak secara gamblang, tapi implisit. Karena Al Quran bukan modul literatur kuliah. Kan Allah menyebut bahwa Allah mengajarkan dengan ilmu kalam. Dunia adalah sedikit ilmu Quran yang terbentang.

Tidak semua bisa dijelaskan melalui science. Ga percaya? Coba jelasin tentang eksistensi ruh. Atau kematian, atau beragam bahasa? Hingga detik ini manusia tidak tahu kapan seseorang mati. Padahal manusia mampu menyatakan battery life dari peralatan semacam HP, TV, baterai, dan lain sebagainya. Tapi life seseorang? Belum ada yang bisa menjelaskan secara ilmiah. Paling mentok mereka bilang, harapan hidup bagi sekelompok orang. Itu juga kebenarannya ga bisa diklaim sekian persen.

Kenapa judul artikel ini tentang sekulerisasi agama tanpa disadari? Karena banyak dari kita mengklaim di salah satu sisi tanpa mempelajari di sisi yang lain. Ahli agama tidak banyak yang memplejari science. Sedangkan yang ngakunya scientist, pun tidak melakukan studi literatur Al Quran dan Hadits. Tidak ada yang bisa membandingkan keduanya. Makannya ga etis kalau sampai bilang bahwa ilmu agama adalah ilusi atau pseudoscience yang tidak perlu digubris. Lah dia belum baca Quran and Sunnah. Baca sih, tapi penafsirannya belum tentu bener juga.

Anehnya ya ketika rakyat kita skeptis terhadap agama, ada kenaikan pesat jumlah umat muslim di dunia Barat. Rata-rata muallaf Barat merupakan ahli ilmu pengetahuan. Wah wah, kalau memang benar bahwa orang agamis adalah orang kolot, berarti mereka kolot dong? Padahal mereka mayoritas scientist? Nah jadi rancu kan?

Kira-kira begitulah dogma yang digembar gemborkan selama ini. Paradigma yang pelan-pelan membuat kita menjadi sekuler tanpa disadari. Ilmu pengetahuan tidak akan terpisah dari ilmu nya Al Quran dan Hadits. Kitanya saja yang belum jauh mainnya. 

Orang yang belajar, akan semakin tertunduk malu karena semakin paham betapa masih banyak ilmu dunia yang belum dia ketahui. Bukan malah jadi sombong, merasa udah tahu segala. Biasanya orang tahu kulitnya, langsung klaim mengetahui seluk beluk sesuatu. Semoga Allah senantiasa memberikan kita pemahaman akan ilmu yang membuat kita semakin bijak dan dekat kepada Allah SWT.

Ada banyak ayat tentang science di Quran, salah satunya ;

Dan Dialah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya. Dan menjadikan padanya semua buah-buahan berpasangan. Allah menutupkan malam kepada siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. (QS Ar Ra'd [13]: 3).

0 comments:

Posting Komentar