Gitasavisme Trash?

Awalnya ga terlalu ngreken opini-opini dia. Tapi makin lama makin gemes. Makin lama jadi ada paham Gitasavisme. Paham yang bersumber dari opini-opininya Gita Savitri Devi. Terserah aja mungkin bagi kalian para pemuja Gita akan bilang kalau guwe iri, guwe pansos, dan sebagainya. Tapi yang bikin ga bisa tinggal diam adalah konten dia yang isinya:

  1. Ke-labil-an. 
  2. Stereotyping 
  3. Subjektivitas (yang teramat sangat) 
  4. Penggiringan opini yang kalau dibiarkan bisa membunuh karakter seseorang atau suatu kaum. Khususnya di story instagramnya yang berjudul akhi-akhi trash. 

Anggap aja video ini adalah video reaksi terhadap storynya tersebut. Dari ke-4 Poin di atas, fix apa yg dia sampekan invalid. Murni persepsi dia sendir. Sependek pengetahuan guwe, kita boleh menyebut nama orangnya. Yah walaupun ga disebut juga dia udah koar koar sendiri. 

Di sini aku ga akan ngomongin dia secara pribadi, tapi cukup kontennya saja. Serta semoga bisa diambil ilmunya. Selalu, dan selalu ane bilang kalau ini tidaklah absolut, karena murni pendapat guwe. Lu boleh debat, lu boleh beda pendapat, bahkan menghujat. Kalau bisa ngehujatnya yang cerdas ya, secerdas junjungan kalian, Gita. 

Akhi itu sendiri merupakan sebutan untuk saudara laki-laki, namun makin kesini apalagi di Indo yang penuh dengan pergeseran makna, akhi berubah makna menjadi pria-pria celana cungklang (isbal, di atas mata kaki), berjenggot, jidhatnya sedikit hitam, menundukkan padangan, ya gitu-gitu lah. Intinya yang berusaha menjalankan sunnah Rasul SAW. Ini yang jadi persepsi Gita & kaumnya. 

Intinya Gita share cerita tentang spiritual abuse yang dialami oleh cewe-cewe oleh akhi-akhi ini. Ini jadi masalah karena labelling & stereotyping yang dia lakukan. Bahkan sok sok an bilang banyak banget yang DM menceritakan pengalaman yang sama. Dih padahal loh, Gita cuma diceritain orang lain. Bukan dia sendiri yang ngalamin. Again, subjektif. 

Dengerin nih, emang ga salah kalau ada akhi yang kurang baik. Tapi banyak juga akhi yang baik terhadap keluarga sesuai dengan Sunnah Rasul SAW. Yang bukan akhi, bejat juga banyak. Yang bukan akhi, baik juga banyak. Yang jadi masalah adalah, kenapa yang disoroti adalah "akhi-akhi"-nyaa?? 

Ati-ati penggiringan opini seperti itu. Awalnya kita akan digiring untuk memberi label buruk terhadap orang-orang dengan atribut "akhi-akhi" tersebut. Lama-lama bergeser ngejelelkin agama Islamnya. Orang enggan bahkan suudzon. Mirip islamophobia lah. Ini akhi-phobia. 

Kupikir Gita tuh pinter, ternyata terlalu pinter sampe muter-muter dalam kebingungannya sendiri. Anehnya lagi, banyak lo pengikutnya. Bukankah dia melabelkan dirinya sebagai orang yang open minded & berani speak up? Tong kalau kosong dipukul juga nyaring bunyinya loh. Harusnya si ga sembarang speak up, tapi dipikirin jauh akibatnya. 

Ga usah kepancing emosi, yang namanya keliru, dibungkus kotak perhiasan juga tetep aja isinya kekeliruan. Paham Gitasav-isme ini sebuah sesat logika, karena salah meletakkan relevansi. Alias logical fallacy, mau dibungkus ama istilah sok canggih, ya tetep aja. INVALID. Ntar juga dapet hikmahnya sendiri. Siapa yang berbuat baik, akan menuai kebaikan. Dan sebaliknya. Semoga dia selalu sehat jiwa nya. Amiin

0 comments:

Posting Komentar