Tahapan Duka Menurut Kubler-Ross

Empat orang anggota keluarga dalam kurun waktu 4 bulan terakhir ini sudah berpulang. Mbah uti, pak de, ibu mertua, dan sekarang Pak Lik.

Serasa bertubi-tubi. Dan disetiap kehilangan akan selalu ada penyesalan. Andai saja kemaren begini, pasti ga begitu. Andai saja begitu pasti dia masih hidup. Ga munafik pikiran-pikiran semacam itu selalu datang. Kita manusia biasa, terlalu lemah untuk menutup bisikan-bisikan setan tersebut.

Menurut Kubler Ross, ada lima tahapan manusia menghadapi kesedihan akibat kematian :
  1. Denial - seperti masih belum percaya mereka pergi
  2. Anger - menyalahkan, baik diri sendiri atau orang lain
  3. Bargaining - Menawar ke Tuhan, andai saja begini, andai saja begitu.
  4. Depression - Ini depresi yang berbeda dengan gangguan mental depresi, namun lebih ke perasaan kehilangan dan meratapi kesedihannya.
  5. Acceptance - mulai menerima bahwa mereka tidak akan kembali lagi.

Ada teori lain yang menambahkan poin ke-6 yaitu Lesson atau hikmah.

Menurut pengalaman dan pengamatan ane selama ini, manusia tidak harus melewati tahapan tersebut secara berurutan. Tapi ada juga yang bahkan hanya berkutat di poin 1, andaikata mau jujur terhadap perasaannya.  Ada yang butuh waktu lama untuk menerima, ada yang sebentar, ada jjuga yang bisa langsung accept. Jujur, ane pun bukan orang hebat yang bisa langsung aksep. Butuh waktu sendiri, merenung, sedih, kehilangan, dan merubah sudut pandang.

Ada dua hal yang membantu untuk menerima kesedihan akibat duka kematian :

1. Reframe mindset (merubah sudut pandang)

Awalnya merasa ini sebuah kehilangan, ga tega ngebayangin orang terkasih kesakitan. Namun merubah sudut pandang dengan doa khusnul khotimah, bahwa mereka sudah jauh dari rasa sakit, justru mereka lebih bahagia, sakit mereka bisa menjadi penggugur dosa, itu membantu sekali. Apalagi dengan adanya hadits :

“Orang yang mati syahid ada lima, yakni orang yang mati karena ath-tha’un (wabah), orang yang mati karena menderita sakit perut, orang yang mati tenggelam, orang yang mati karena tertimpa reruntuhan dan orang yang mati syahid di jalan Allah.” (HR. Bukhari, no. 2829 dan Muslim, no. 1914) [Sumber]  

“Tidaklah menimpa seorang mukmin berupa rasa sakit (yang terus menerus), rasa capek, kekhawatiran (pada pikiran), sedih (karena sesuatu yang hilang), kesusahan hati atau sesuatu yang menyakiti sampai pun duri yang menusuknya melainkan akan dihapuskan dosa-dosanya.” [Sumber]

2. Remembering goal (mengingat tujuan dari hidup di dunia)

Hal lain yang memudahkanku secara personal tentang kematian saudara adalah dengan mengingat tentang kampung akhirat. Mereka tidaklah hilang, namun pergi duluan.

“Siapa saja dari hamba yang tertimpa suatu musibah lalu ia mengucapkan: “Inna lillahi wa inna ilaihi rooji’un. Allahumma’jurnii fii mushibatii wa akhlif lii khoiron minhaa [Segala sesuatu adalah milik Allah dan akan kembali pada-Nya. Ya Allah, berilah ganjaran terhadap musibah ang menimpaku dan berilah ganti dengan yang lebih baik]”, maka Allah akan memberinya ganjaran dalam musibahnya dan menggantinya dengan yang lebih baik.” Ketika, Abu Salamah (suamiku) wafat, aku pun menyebut do’a sebagaimana yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan padaku. Allah pun memberiku suami yang lebih baik dari suamiku yang dulu yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR Muslim 918)

Hikmah dari "ganti yang lebih baik" tidak selalu secara duniawi, namun fokusnya adalah bagaimana kita percaya bahwa kita adalah milik Allah dan akan kembali kepada Allah. Hal inilah yang membuat kita tenang dan ringan menjalani sebuah ketidaknyamanan. [Sumber]

Alhamdulillah, Allah masih bukakan hati agar bisa menerima hidayah tersebut. Semoga membantu.

0 comments:

Posting Komentar