Bumi Bukanlah Hukuman Bagi Nabi Adam

Daritadi mau nulis, tapi bingung kasih judul apaan. Ya udah lah ya kita tulis aja dulu. Ceritanya kemarin habis ambil rapot si sulung. Ada salah satu catatan penting dari gurunya bahwa kakak belum mahir menceritakan kembali kisah-kisah para Nabi. Ketika aku cek, sebelum ada task itu, si kakak harus mendengarkan gurunya menceritakan kisah-kisah para Nabi. 

Aku sih ga kaget dengan penilaian tersebut. Si Sulung adalah tipe anak yang cerewet, maunya didengerin, tapi ga sabar ndengerin orang lain cerita. So, kuambil inisiatif mengajak kakak nonton film kisah para Nabi dengan durasi rata-rata 5 menit. Maklum rentang fokus tu anak under 5 menit. 

Benar saja, tak sampai lima menit udah riweuh sendiri ama komen-komen di luar konteks. Ga fokus ke inti cerita. Lucunya malah si emak yang fokus merhatiin. Cerita ini hanyalah pengantar, karena ternyata ada hikmah yang sangat besar dari video kisah Nabi Adam tersebut. 

Nabi Adam diciptakan dari tanah (iya mba, sudah tahu), kemudian ditiupkan ruh dari sisi Allah. Kemudian Allah mengajarkan banyak nama benda kepada beliau. 

"Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda) seluruhnya." QS Al Baqarah 31.

Beliau tinggal di surga, dimana semua kebutuhan terpenuhi, dikelilingi oleh teman-teman yang baik (Malaikat red), mau apa tinggal minta. Tapi hingga suatu fase, Nabi Adam merasa ada lubang di hati (kek lagunya Letto). Padahal semua kebutuhan lahiriah terpenuhi. Oleh sebab itu diciptakanlah Siti Hawa sebagai pendamping hidup beliau. Diciptakan dari tulang rusuknya, artinya bagian dari Nabi Adam itu sendiri. Itu hakikat pasangan. Ea

Disitulah kita paham, bahwa seorang Nabi saja, yang sudah pasti mendapat kedudukan mulia di hadapan makhluk-makhluk Allah, mendapat kecukupan lahiriah, masih membutuhkan kasih sayang seorang pasangan. Ya karena itu fitrah manusia. 

Mereka hidup di surga dengan tenang, sampai pada suatu ketika Iblis menghasut mereka untuk memakan buah terlarang. 

Allah berfirman, "Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari phon itu dan Aku katakan kepadamu. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?"

"Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi." QS Al A'raf 22-23.

Akibat dari perbuatan tersebut, Nabi Adam dan Siti Hawa diturunkan ke bumi. Mungkin banyak dari kita melihat bahwa ini adalah hukuman. Padahal dari sudut pandang Psikologi, tidak sesederhana itu kisanak. Sebenernya ini sejalan dengan tahapan perkembangan kepribadian manusia dalam menjalani kehidupan. Fase awal manusia belajar dari orang tuanya atau lingkungan pengasuhnya. Sama seperti halnya ketika Allah mengajarkan nama-nama benda kepada Nabi Adam. 

Setelahnya, manusia membutuhkan kecukupan dari sisi "pasangan" atau pendamping hidup. Begitupun manusia. 

Kemudian Nabi Adam mendapat godaan atau hasutan dari Iblis, pihak di luar dirinya. Meski awalnya menolak, tapi pada akhirnya Nabi Adam dan Siti Hawa memutuskan untuk memakan buah larangan tersebut. Di saat itu, Nabi Adam dinilai sudah baligh. Kenapa? Karena sudah ada pertentangan dalam hati, antara baik & buruk, antara hati dan nafsu. Kemudian Nabi Adam memiliki kehendaknya sendiri. Beliau mampu memutuskan mana yang diikuti.

Ketika itu Nabi Adam sudah dinilai matang, dewasa. Orang dewasa adalah orang yang mampu mempertanggungjawabkan kehendak atau pilihannya. Simply, turunnya Nabi Adam ke dunia bukanlah sebuah hukuman. Tapi bentuk kasih sayang. Allah mendidik, mengajarkan dan menggembleng beliau di kawah dunia. 

Sebelum penciptaan Nabi Adam, kan Allah sudah bilang bahwa :

"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." QS Al Baqarah 30.

Emang endingnya Nabi Adam akan dikirimkan ke dunia. Tapi kan Allah selalu menurunkan ketetapannya dengan hukum sebab akibat, bukan mak bedunduk sim salabim. Lah apa guna akal nantinya? Jangan lupa, dunia itu dimensi sebab akibat. Makannya bisa ditelaah oleh akal dan logika. 

Fyi mendidik manusia itu harus dengan story. Manusia itu harus mengalami sendiri agar memahami situasinya, perasaannya. Bukan cuma teori. Kalau kita ga pernah diturunkan ke dunia, kita gak akan paham rasanya mencintai dan dicintai Allah.

Gini deh, orang yang banyak pengalaman, biasanya lebih bijak dibanding dengan orang yang tahu dari buku saja. 

Kalau kita ga pernah kehilangan surga, kita tak akan pernah tahu betapa indahnya surga. Kalau kita tak pernah jauh dari Allah, kita gak akan tahu nikmatnya dekat dengan Allah. 

Sama halnya kayak kamu, yang merantau jauh dari orang tua. Berjuang sendiri di kota nan jauh disana. Kalian baru akan memahami apa itu hangatnya rumah. 

Sebelum punya anak, kita sering berantem sama orang tua. Begitu menjadi orang tua, baru paham, "Ooh ternyata begini perasaan ayah ibu menghadapi aku". "Ooh begini to rasa cinta yang dibalut dengan rasa khawatir, sehingga kadang membuat si anak salah paham". Coba dulu, baru boleh kasih review. Begitu kata seller. 

Sesuatu baru terasa berharga, kalau sudah tak ada.

Jadi, Allah menurunkan Nabi Adam dan Bunda Hawa bukan wujud kemarahanNya. Justru sebaliknya. Nabi Adam dianggap telah matang dan siap mengarungi kehidupan dunia yang fitrahnya memang dipenuhi pertempuran dan ketidaknyamanan. 

Itu tuh kayak kamu punya anak, dan harus melepasnya ke sekolah pondok. Bukan tak sayang, justru sayang banget. Tapi kita harus mendidiknya mandiri. Masa iya harus diketekin terus? Ntar jiwanya letoy.

Makannya ga usah kecewa kalau dunia itu melelahkan, dunia itu berat, karena memang fitrahnya begitu. Yang penting kita paham, bahwa Laa hawlaa walaa kuwwata ilaa bilaah, tak ada kekuatan kecuali dari Allah SWT. Inallohaa ma'aana... Tenang aja, ada Allah. 

Iingatlah Allah, maka hatimu akan tenteram. QS. Ar Rad 28

0 comments:

Posting Komentar