Kemarin aku dan Fathir serta Fathan jalan-jalan. Sembari berjalan kaki, aku dan Fathir ngobrol. Sedangkan Fathan, adiknya asyik main sendiri. Tiba-tiba ada teman TK nya manggil Fathir. Tapi Fathir seperti tak mendengar. Lalu aku bilang ke Fathir, "Itu loh dipanggil Figo".
Tampak malas, Fathir pun menjawab sapaan Figo, "Hai". Lirih dan nyaris tak terdengar.
Aku pun bertanya, "Tumben jawabnya ga semangat gitu. Sana lo main sama Figo"
Fathir pun menjawab, "Ga ah. Dia nakal".
"Loh kenapa?", tanyaku selanjutnya.
"Habis dia sering ngatain mukaku kayak t*lek (kotoran red)", jawabnya singkat.
Sebenernya ini bukan pertama kali dia bilang begitu. Dulu ketika masih sekolah TK dia pun pernah bilang seperti itu. Teman-temannya ngata-ngatain dia. Jujurly, sebagai ibunya pun aku emosi. Tapi aku kudu berfikir cerdas dan jernih, biar benangnya ga tambah kusut. Selain itu aku pingin Fathir itu punya mental kuat, dimanapun akan selalu ada orang-orang yang akan menjatuhkan mentalnya. Ga heran ya, kenapa dia sering banget bertanya, "Mah, aku ganteng ga?".
Mungkin salah satu sebabnya adalah hinaan dari teman-temannya. Walaupun agak ga relate, karena watak dasarku dan Fathir berbeda. Dulu aku pun dibully, tapi aku cuekin, karena meraka ga penting hahaha. Tapi buat Fathir, teman adalah sesuatu yang penting. Pendapat mereka cukup diperhitungkan.
Sembari tetap berjalan, aku ngobrol lebih jauh dengan Fathir. Sepertinya pertemuan dengan Figo tadi membuatnya badmood.
"Kamu tahu ga, kalau sebenarnya Figo itu bukan ngatain Fathir. Dia itu ngatain dirinya sendiri. Hahaha."
"Maksudnya gimana?", Fathir nanya balik.
"Sekarang kamu bayangin teko. Teko itu dituang keluar air kopi. Di dalam teko isinya apa coba?"
"Kopi", jawabnya.
"Nah, sama kayak kita. Kalau yang keluar dari mulut kita hal yang jelek, itu karena hatinya isinya jelek. Bukan orang yang dikata-katain", jelasku panjang.
"Hm...", Fathir tampak ga puas.
Wajar sih, usianya baru 7,5 tahun. Sedangkan penjelasanku itu logika analogi.
"Tahu ga Mas (sebutan untuk Fathir), dulu Nabi Isa juga pernah dikata-katain sama orang Yahudi."
"Hah, Nabi siapa?", tanya Fathir.
"Nabi Isa. Tapi malah beliau mendoakan orang yang ngata-ngatain", ceritaku sembari melihat mimik wajahnya. Antara dia mikir atau masih bete kali ya.
"Ditanya lah sama temen-temennya, kok tidak balas ngata-ngatain? Nabi Isa menjawab bahwa dia tidak terfikir ke sana. Tahu ga kenapa?"
Fathir geleng kepala.
"Karena isi hati Nabi Isa itu hal yang baik-baik, makannya tidak keluar kata-kata yang tidak baik".
Cerita ini jauh lebih masuk ke hati Fathir daripada cerita yang teko. Mungkin inilah kekuatan hikmah dari kisah, dibanding membuka akal logika manusia. Selain itu Fathir lebih suka diberi pilihan dan mengambil kesimpulan sendiri.
Apakah cara tadi berhasil buat Fathan? Tentu tidak. Keburu ngaplok duluan. Untunganya Fathan tidak mudah terluka dengan kata-kata. Jadi aku yakin, kalau Fathan yang diposisi Fathir, yang dikata-katain, boro-boro dibaperin, dilirik aja kagak.
Fathan jauh lebih terluka kalau dilarang, atau menerima intonasi nada tinggi.
Podcast episode Ketika Kamu Direndahkan :
Nabi Isa semakin dihina, semakin santun. Muridnya penasaran & bertanya, "Semakin bertambah pedas ucapan mrk kpdmu, koq semakin bertambah santun ucapanmu kpd mrk. Apa tidak membuat mrk semakin berani mnghinamu?"
— Muhammad Zaki Mubarak 🇮🇩 (@zaki_elqattamy) November 9, 2018
"Setiap org hanya sanggup mmberikan apa yg dia punya." jawab beliau. pic.twitter.com/tEZYBwgEKx
0 comments:
Posting Komentar